On Complexity

Computer Science Doctorate Program of Binus University invited me to provide an Industrial Talk for their PhD-level students. I offer them a talk on the evolution of economy and technology towards the era of complexity.

The day for the lecture was December 2nd. But since I was in Bandung that day, the lecture was carried out as a zoominar. The moderator was Dr Agung Trisetyarso; and the sponsor was surely Dr Ford Lumban Gaol, the Vice Chair of Binus University Doctorate Program in Computer Science.

I started the talk by introducing the IEEE TEMS — Technology & Engineering Management Society, where I am currently a member of its Regional Leadership Subcommittee. TEMS aims to help IEEE members to maintain essential engineering management skills, support the leadership career path of IEEE members, and foster active knowledge transfer between the academic and practicing communities.

The lecture continued by exploring the digital transformation in the contexts of digital strategy, digital architecture, and its innovative business model, which inevitably drive global business into ecosystem-based collaborative business (Warner & Wäger 2019) with its platform-based value chain (Jacobides, Cennamo, Gawer 2018) and virtually-connected strategic collaborative network (Graça & Camarinha-Matos 2016). After discussing the methods in architecting business ecosystems, the lecture shifted to business ecosystem as paradigm shift (Cha 2020). I figured that it means that business ecosystems are considered as another inevitability in a more complex business environment — even for non-digital business.

Ecosystem players — i.e. business entities related to the ecosystems — may have different needs, goals, positions, and abilities. When interactions occur, members analyse, adapt, and form an evolutionary process. Adaptabilities within a business ecosystem shows that a business ecosystem is a system that has the characteristics of a complex adaptive system (CAS).

Adaptability in CAS occurs both to environmental changes and to changes in relation among players in the system (Arthur et al. 1997). Simultaneous and continuous adaptability among players in CAS will result in co-evolution (Gomes & Gubareva 2020). This co-evolution also allows changing roles in the business ecosystem. The result of this collective activity is adaptability that creates new things (emergence) with dynamic congruence.

But this is not a deep exploration on ecosystem business and CAS. Instead, this talk aims to provide some insights on the aspects of complexity, where CAS and ecosystem business are only some examples of its parts. I then restarted with a storytelling of the exploration of complexities, starting from Murray Gell-Mann, his book The Quark and The Jaguar, and the establishment of Santa Fe Institute.

The scientific method is the portmanteau of instruments, formalisms, and experimental practices that succeed in discovering basic mechanisms despite the limitations of individual intelligence. There are, however, on this planet, phenomena that are hidden in plain sight. These are the phenomena that we study as complex systems: the convoluted exhibitions of the adaptive world — from cells to societies. Examples of these complex systems include cities, economies, civilizations, the nervous system, the Internet, and ecosystems.

The nature of complexity would include the phenomena of non-linearity, dynamic interactions, adaptation, self-organisation, evolution, and emergence.

Its consequences in economy and business, is that economy is analysed not necessarily in equilibrium, its decision makers (or agents) are not superrational, the problems they face are not necessarily well-defined, and the economy is not as a perfectly humming machine but as an ever-changing ecology of beliefs, organising principles, and behaviours (Arthur 2021).

We continued from WB Arthur (2021): Complexity economics assumes that agents differ, that they have imperfect information about other agents and must, therefore, try to make sense of the situation they face. Agents explore, react and constantly change their actions and strategies in response to the outcome they mutually create. The resulting outcome may not be in equilibrium and may display patterns and emergent phenomena not visible to equilibrium analysis. The economy becomes something not given and existing but constantly forming from a developing set of actions, strategies and beliefs — something not mechanistic, static, timeless and perfect but organic, always creating itself, alive and full of messy vitality.

So my main message is that a competitive business should not avoid or overcome complexities. Instead, complexities are used or even created as a way to open new opportunities, design new capabilities, and conquering new markets.

For its implication in strategic management, I offer a view from the IEEE to use — in this era — a framework called strategic planning for exponential era (SPX). I explored this framework quite deeply. It is taken from an IEEE book authored by Espindola and Wright (2021), titled The Exponential Era: Strategies to Stay Ahead of the Curve in an Era of Chaotic Changes and Disruptive Forces.

My presentation was followed with a warm discussion with Binus’ lecturers and students on some technological and business aspects of complexity, complex adaptive system, and ecosystem-based business, including its current implementation in Telkom Indonesia. I also offered to continue the discussion using a collaborative framework of IEEE TEMS.

Posted in Ecosystem, IEEE, Technology, Telkom | Comments Off on On Complexity

Robusta, Arabika, dll

Sering kita harus memilih antara kopi robusta dan kopi arabika. Secara umum, perbedaan antara keduanya adalah sebagai berikut:

  • Rasa: Kopi Arabika dikenal memiliki rasa yang lebih halus dan lembut dengan sedikit rasa asam dan buah-buahan. Sedangkan kopi Robusta memiliki rasa yang lebih pahit dan kasar.
  • Tempat Tumbuh: Kopi Arabika tumbuh di daerah dataran tinggi (di atas 1000m dari permukaan laut) dengan suhu yang sejuk dan banyak hujan. Sedangkan kopi Robusta tumbuh di daerah dataran rendah dengan suhu yang lebih panas dan banyak sinar matahari.
  • Kadar Kafein: Kandungan kafein dalam kopi Robusta lebih tinggi dibandingkan dengan kopi Arabika. Kopi Robusta mengandung sekitar 2,7% kafein, sementara kopi Arabika hanya sekitar 1,5%.
  • Harga: Kopi Arabika cenderung memiliki harga yang lebih mahal dibandingkan kopi Robusta karena lebih sulit untuk ditanam dan membutuhkan perawatan yang lebih intensif.

Terdapat juga beberapa jenis kopi lain selain Robusta dan Arabica, meski kurang dikenal dan ditanam. Beberapa di antaranya:

  • Liberica: Juga dikenal sebagai Coffea Liberica, jenis kopi ini tumbuh terutama di Afrika Barat dan Tengah. Ini memiliki rasa berasap yang unik dengan nada buah dan bunga.
  • Excelsa: Coffea Excelsa adalah spesies kopi lain yang kurang dikenal yang tumbuh di Asia Tenggara. Ini memiliki rasa buah yang asam dengan sedikit bumbu dan sering digunakan sebagai campuran dengan varietas kopi lainnya.
  • Maragogype: Kopi ini merupakan mutasi alami dari kopi Arabika dan terkenal dengan bijinya yang besar dan bulat. Ini memiliki rasa yang halus dan pedas dan ditanam terutama di Amerika Tengah dan Selatan.
  • Geisha: Jenis kopi ini ditanam terutama di Panama dan semakin populer dalam beberapa tahun terakhir karena profil rasa yang unik, yang digambarkan sebagai bunga, seperti teh, dan kompleks.
  • Bourbon: Coffea Bourbon adalah varietas kopi Arabika yang ditanam terutama di Amerika Tengah dan Selatan. Ini memiliki rasa buah yang manis dengan nada cokelat dan sering digunakan dalam campuran espresso.

Sementara kopi Robusta dan Arabika sejauh ini merupakan jenis kopi yang paling banyak ditanam dan dikonsumsi, varietas lain ini menawarkan profil rasa yang unik dan menarik yang dapat diapresiasi oleh para pecinta kopi.

Posted in arabica, arabika, Knowledge, liberika, Robusta | Comments Off on Robusta, Arabika, dll

BBI Papua

Part 1: Context

Gerakan nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) edisi Agustus 2022 dilaksanakan di Provinsi Papua, dengan campaign manager Kemkominfo. Seperti tahun 2021 lalu, Kemkominfo menggelar aktivitas pembinaan UMKM sebelum menyelenggarakan acara perayaan (a.k.a. harvesting). Peran Telkom — selain tentu saja menyediakan infrastruktur, platform, dan layanan digital berkualitas terbaik di dunia (xixixi) — adalah membina para UMKM.

Ini tentu memang bagian dari strategi perusahaan untuk mengembangkan strategi bisnis berbasis ekosistem yang berfokus pada pengembangan ekonomi masyarakat, sesuai panggilan Clayton Christensen dalam The Prosperity Paradox.

Part 2: Kickoff

Kickoff dilaksanakan 14 Juli 2022. Team Telkom tiba di Jayapura 13 Juli 2022 dan mengawali kegiatan dengan koordinasi dengan BRI sebagai pengelola pembinaan UMKM Jayapura (via Rumah BUMN Jayapura). Kegiatan pembinaan telah berlangsung rutin, dan kami memastikan bahwa komersialisasi B2B melalui Padi UMKM telah dijalankan di Jayapura. UMKM binaan RB Jayapura ini diundang juga dalam kickoff BBI Papua.

Kickoff dilaksanakan dalam bentuk digitalk yang menghadirkan PIC dari Kemkominfo, Telkom, dan Bank Indonesia (plus beberapa brand pendukung lain yang cuma hadir secara online). Hadir juga perwakilan UMKM dan komunitas pengembangan UMKM.

Part 3: Merauke

Kegiatan pembinaan UMKM berikutnya dilaksanakan di kota Merauke. Team Telkom mendarat di Merauke (dengan Garuda Jakarta–Jayapura–Merauke) pada 3 Agustus 2022. Kegiatan di hari itu meliputi kunjungan ke Rumah BUMN Merauke yang dikelola oleh Telkom.

Kegiatan pelatihan digelar di Coreine Hotel, dengan konten komersialisasi dengan (sekaligus onboarding di) Padi UMKM, serta pendanaan UMKM yang menghadirkan Pimpinan Cabang Pegadaian Merauke. Kegiatan memakan waktu hampir sehari penuh karena minat yang tinggi dari para UMKM.

Kominfo juga menyelenggarakan Digitalk di Merauke yang menghadirkan Wakil Bupati Merauke, ditambah PIC dari Kemkominfo, Telkom, dan Bank Indonesia (plus beberapa brand pendukung lain yang cuma hadir secara online) — jadi semacam reuni.

Usai Digitalk, kami menyempatkan diri meninjau perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini: titik KM0 dari Merauke ke Sabang, kalau kita ikuti arah bumi berputar. Tempatnya di Sota.

Sempat berbincang juga dengan beberapa warga Papua Nugini di balik pagar perbatasan. Anak-anak kecil PNG ini lucu-lucu tapi bandel. Gitu lah.

Part 4: Harvesting

Acara puncak Gernas BBI Papua dilaksanakan tanggal 24 Agustus 2022. Dari Telkom, hadir GM Witel Papua (Pak Agus Widhiarsana) dan team dari RMU, Corcom, dan Synergy; serta tentu dari Telkomsel (GM: Pak Agus Sugiarto). Selain memastikan kelancaran kegiatan (incl infrastruktur) dan turut merayakan kolaborasi pembinaan UMKM, kami juga mengkampanyekan virtual expo.

Pemerintah diwakili Kemkominfo (Deputi Koordinasi Parekraf Kemkomarves, Bapak Odo Manuhutu), Kemkominfo, Kemdagri, etc. Selain BI dan Telkom, brand pendukung lain kini hadir secara onsite juga. Demo virtual expo dilakukan oleh perwakilan dari kementerian-kementerian, dipandu PIC dari Telkom. UMKM yang hadir meliputi UMKM binaan Telkom dan komunitas pembina UMKM lain (incl BI, Pemprov, Pemkab, Dekranas etc).

Intinya, kegiatan-kegiatan di Papua ini sukses, berjalan dengan baik; dan tentu saja memerlukan komitmen, kapabilitas, dan kolaborasi untuk tindak lanjut secara kontinyu.

Lalu kita lanjutkan pekerjaan lain seraya menanti rembang petang saat matahari terbenam; di tepi Teluk Cendrawasih, Jayapura.

Posted in BBI, Ekosistem, Gernas BBI, Indonesia, MSME, Papua, Telkom, Travel | Comments Off on BBI Papua

Robusta Temanggung

Grinder ini sudah makin berumur. Dulu aku grinding 14 detik saja untuk menyiapkan bubuk untuk diproses dengan Mokka. Tapi kini diperlukan sekitar 20 detik grinding. Aroma kopi yang sangat akrab dan nyaman mengisi ruang. Sekilas terasa ada nuansa aroma coklat dan rempah-rempah pasar, seperti saat kita berjalan di pasar tradisional di Jawa. Inilah Robusta Temanggung.

Temanggung merupakan kawasan pegunungan di Jawa Tengah. Ketinggiannya memungkinkan penanaman kopi arabika. Namun di kawasan ini banyak ditanam juga kopi robusta, khususnya di lokasi yang relatif lebih rendah: Pringsut, Kranggan, Kaloran, Kandangan, Jumo, Gemawang, Candiroto, Bejen Wonoboyo. Sejarah kopi di Temanggung lebih banyak bercerita tentang penanaman di kebun-kebun kopi rakyat, alih-alih berupa perkebunan besar. Juga terdapat kebun kopi yang dikelola sebagai bagian dari kompleks biara katolik di Rawaseneng.

Robusta temanggung memiliki corak rasa berbeda dengan kebanyakan robusta lain. Rasa pahitnya pekat namun balance, dengan nuansa aroma rempah yang menenangkan. Keunikan ini mendorong banyak pembeli di mancanegara mencari kopi jenis ini.

Posted in Coffee, Indonesia, Java, Robusta, Temanggung | Comments Off on Robusta Temanggung

Ternate & Tidore

Kerajaan Ternate dan Tidore adalah bagian penting dari sejarah Indonesia. Dua kerajaan di dua pulau kecil di barat Pulau Halmahera ini memiliki kekuasaan di nyaris seluruh Indonesia Timur. Ternate menguasai hingga Mindanao, Sulawesi utara dan tenggara, Papua barat, Halmahera utara; sementara Tidore menguasai Halmahera selatan hingga Papua. Bersama Makian dan Moti, wilayah ini dikenal sebagai Moloku Kie Raha (Persatuan Empat Kerajaan) yang kemudian disebut Maluku.

Gunung Tidore tampak dari Pulau Ternate

Maluku, bersama dengan berbagai wilayah nusantara lain, terlibat dalam perdagangan internasional sejak awal milenium pertama. Jalan sutra serta perdagangan lintas Samudera India hingga Yaman, ke negeri Syam, lalu ke Eropa, memiliki ujung timur di kepulauan ini, dengan berbagai rempahnya yang mewarnai budaya dunia. Didudukinya Konstantinopel oleh Kekhalifahan Utsmany mendorong bangsa Eropa mencari jalan ke ujung rantai perdagangan ini, dengan Portugal berlayar jauh ke timur dan Spanyol jauh ke barat, hingga mencapai wilayah Maluku. Sempat Ternate bersekutu dengan Portugal, sementara Tidore bersahabat dengan Spanyol — namun akhirnya semuanya jatuh ke penguasaan keji VOC. Di abad ke-21 ini, kita mendapati bahwa wilayah ini, yang kini dipersatukan dalam Provinsi Maluku Utara, memiliki tingkat ekonomi yang cukup rendah dibandingkan banyak wilayah lain di Indonesia.

The Sultanate of Ternate in the era of Sultan Baabullah.

Aku mendarat dengan GA648 di Sultan Baabullah Airport, Ternate, hari ini pukul 7:45 WIT. Sebetulnya sempat mengharapkan ada waktu untuk diskusi ringkas tentang rencana perluasan program pembinaan UMKM Maluku Utara dengan rekan-rekan Telkom di Ternate dan Halmahera. Telkom telah memiliki UMKM binaan yang produknya dapat diunggulkan, dan aku sudah dapat list-nya dari Bang Lonely Baringin, GM Witel Sulut & Malut — namun seluruh manajemen Telkom di Indonesia bagian Timur sedang menghadiri rakor di Kepulauan Maluku Tengah :).

Sultan Baabulah Airport dengan Latar Gunung Gamalama di Ternate

Sebagai bagian dari misi memperkuat kembali ekonomi wilayah Maluku Utara, khususnya ekonomi UMKM, kami berkunjung ke Ternate dan Sofifi (Ibukota Provinsi Maluku Utara, di Pulau Halmahera). Kementerian Desa PDTT memperoleh tugas sebagai campaign manager Gernas BBI di Maluku Utara, didukung berbagai top brands pendukung BBI, termasuk Telkom. Kegiatan diawali dengan kickoff hari ini, dengan acara puncak bulan September.

Kickoff dilaksanakan di Kantor Gubernur Maluku Utara yang terletak di lereng bukit di Sofifi, Pulau Halmahera. Seluruh rombongan dari Jakarta dan Ternate bertolak dari Pelabuhan Ternate ke Sofifi dengan speed boat dengan waktu ±40 menit.

Kickoff hanya berisi statement tentang visi dan lingkup program, diikuti komitmen para stakeholder program atas aktivitas yang akan dilaksanakan. Sederhana dan efektif. Diskusi selanjutnya dilaksanakan dalam waktu yang tersisa secara informal; baik dengan Kementerian Desa & PDTT sebagai campaign manager, maupun dengan stakeholder lain.

Posted in BBI, Ekosistem, Indonesia, Maluku, MSME, Telkom, Ternate, Tidore, Travel | Comments Off on Ternate & Tidore

Warkop Waw

Robusta Lampung memiliki reputasi mendunia, jadi aku sudah bayangkan kopi ini jadi ikon kebanggaan Lampung. Tapi Shane Sihombing, GM Witel Lampung, mengajak kami melihat kopi unggulan lampung ini secara spesifik di Warkop Waw.

Warkop Waw bukan hanya sekedar warkop. Ismail Komar — seorang jurnalis — dan istrinya — seorang dokter — mengelola usaha produksi kopi, sejak pembinaan petani (yang dimulai dari pemilihan lahan perkebunan), pemilihan biji, pengolahan, roasting, dan seterusnya, hingga distribusi nasional. Komar kurang menyukai bisnis ekspor kopi, karena menurutnya justru kopi terbaik haruslah dikonsumsi di Indonesia dan jadi value bagi masyarakat Indonesia.

Sejarah dan posisi bisnis Komar didorong sejarah hidupnya. Sebagai jurnalis kelas berat, ia terbiasa hidup tak menghiraukan waktu, hingga terkena diabetes dan serangan-serangan sekunder yang tak kalah parah, hingga menjadi mirip mayat hidup bertahun-tahun. Salah dua yang akhirnya menyembuhkannya adalah ketelatenan sang istri yang merawat, serta terapi kopi. Setelah sehat, ia menekuni produksi kopi untuk menyehatkan masyarakat Indonesia.

Komar memilih kopi robusta (tetapi menyediakan kopi arabika juga). Namun robusta ini ditanam pada ketinggian 700 – 1200 mdpl. Biasanya ketinggian di atas 1000 mdpl sudah jadi bagian kopi arabika. Serangan hama karat yang lebih kecil — menurut Komar — mengurangi keharusan tanaman memproduksi zat yang bertujuan melawan penyakit tanaman, sehingga menghasilkan nutrisi yang lebih menyehatkan — termasuk kadar kafeinnya.

Komar dan Bu Dokter menemani kami hampir 2 jam penuh, setelah meninjau kesiapan jaringan dan fasilitas di Pulau Tegal Mas, Lampung. Ia memilih menghidangkan kopi dalam bentuk kopi tubruk. Sari kopi dengan kualitas terbaik — ujar Komar lagi — diperoleh cukup dengan menyerap sari dengan air yang cukup panas. Dengan effort ringan. Bukan dengan tekanan tinggi. Ini mengingatkanku pada produksi minyak zaitun, yang minyak kualitas tertingginya (extra virgin olive oil) justru didapat dengan perasan dengan tekanan yang tidak tinggi. Kualitas yang lebih rendah kemudian diperoleh dengan tekanan lebih tinggi. Sambil tertawa, Komar membenarkan perbandinganku.

Kopi seduhan karyawan Komar ini nyaman sekali. Balance. Tanpa sesuatu rasa apa pun yang mengganggu. Seolah memang diciptakan untuk badan kecilku yang sedang lelah dan kurang prima. Satu kegembiraan setelah cukup banyak hal-hal menarik di Lampung hari itu.

Posted in Coffee, Indonesia, Lampung, Robusta | Comments Off on Warkop Waw

Pulau Messa

Latepost: 06-10-2019

Mesa, Messa, atau Messah — pulau renik antara Pulau Flores dan Pulau Komodo yang dihuni suku Bajo. Pulau ini dihuni ±400 keluarga atau ±2000 penduduk. Suku Bajo memang secara tradisional dikenal sebagai manusia laut, jadi skala hidup mereka menyeberangi batas pulau; dan mereka juga kurang menyukai hidup di pulau besar bersama manusia daratan. Kota Labuan Bajo di Pulau Flores — sebelum jadi tujuan wisata utama seperti kini — sebelumnya adalah pelabuhan tempat masyarakat Flores dan masyakarat nusantara lain bertemu dan berdagang dengan suku Bajo (hence the name).

Pulau Messa, tampak di Google Maps. PLTS tampak di bagian utara pulau.

Pemerintah Indonesia sedang memberi perhatian lebih ke daerah terpencil semacam ini. Maka PLN diminta membangun pembangkit listrik tenaga surya di Messa. Adanya listrik membuka peluang lain. Telkomsel juga membangun eNodeB untuk 4G mobile, dan Telkom siapkan dukungan digital untuk pendidikan. Terdapat satu SMP di pulau itu, dan kami akan menempatkan 20 komputer dengan akses Internet di sana.

Aku belum menyelesaikan sarapan waktu Pak Hery dari CDC Telkom meminta kami berangkat. Sebuah perahu kayu berwarna pirus (hijau turki) tengah dimuati 20 box komputer. Bergegas kami melintasi jarak 10km dari Dermaga Ujung ke Pulau Messa.

Di kapal tidak ada makanan, haha. Tapi kopi manis dan cuaca cerah bikin pikiran cerah dan badan segar. Kemarau panjang membuat pulau di sekitarnya tampak gersang, namun justru menampilkan warna tanah dan batuan nan eksotik. Dan ada awan putih memanjang yang unik.

Hampir pukul 09:00, kami tiba di dermaga Pulau Messa. Tampak belasan anak kecil tertawa riang dan saling mengganggu. Satu per satu kotak komputer kami pindahkan ke dermaga. Dan anak-anak itu langsung lari membawa kotak itu. Kami ikut tertawa. Aku tertinggal di dermaga hanya dengan papan keterangan program yang kami siapkan, dan dua putri cilik. Papan itu pun mereka minta. Aku serahkan sambil bilang: “Tapi saya jangan ditinggal. Saya belum tahu sekolahnya.”

Jadilah aku dikawal dua putri cilik ini menyusuri rumah-rumah kayu bertumpuk-tumpuk yang rapi di jalan kecil yang sangat bersih dan rapi di Pulau Messa ini. Penduduk memberi salam sewajarnya. Sampai di SMP, aku lihat kotak-kotak komputer sudah mulai dibongkar, dan dipasang di meja-meja yang sudah tersedia. Aku istirahat sejenak dengan … kopi lagi. Segar.

Usai komputer, akses Internet, dan aplikasinya terpasang, murid-murid SMP Pulau Messa hadir ke sekolah. Ini hari Minggu, namun mereka hadir dengan seragam lengkap dan antusiasme yang tampak jelas dari mata cerah mereka. Kami mulai bergantian mengajari mereka cara mengoperasikan komputer, menggunakan keyboard dan mouse, memahami menu Windows, serta masuk ke aplikasi Pustaka Digital. Aplikasi Pustaka Digital (PADI) ini bersifat semi-online — hanya perlu online untuk mengunduh dan memperbaharui konten, namun kemudian tidak harus selalu online untuk digunakan oleh user — sehingga hemat pemanfaatan kuota digital.

Di sini keajaiban mulai terjadi. Anak-anak ini, beberapa menit sebelumnya sangat canggung memegang mouse. Lompat ke mana-mana, sampai diangkat ke mana-mana. Tapi setelah masuk aplikasi, mereka mulai asyik melihat materi pelajaran. Satu anak kecil berkerudung mencobai tes bahasa Inggris, yang merupakan gabungan dari kosakata dan tata bahasa. Di pertanyaan pertama, ia ragu akan jawaban yang ia pilih, dan minta aku memeriksa. Aku meminta dia memeriksa sendiri: kenapa dia pilih satu kata dan bukan kata lain. Dia ragu memilih satu jawaban. Dan riang sekali waktu jawabannya benar. Terulang di pertanyaan kedua. Riang lagi waktu dia benar. Dia jadi percaya diri, dan melanjutkan tanya bertanya. Dan, percayalah, semua jawaban dia benar. Score 100% pada percobaan pertama. Pulau unik dengan anak-anak jenius.

Di belakang, kepala sekolah (yang sebelumnya turut menginstalasi dan turut mengajar) berdiri diam melihat anak-anaknya asyik mencobai aplikasi ini. Ia ceritakan bahwa bertahun-tahun dia mengajukan proposal permintaan komputer ke Dinas Pendidikan. Setelah beberapa tahun, ia hanya mendapatkan satu komputer untuk administasi saja. Wajahnya menjadi keras, senada batik biru lengan panjangnya. Lirih ia lanjutkan: “Bapak lihat, dengan komputer-komputer ini, anak-anak ini tidak akan kalah maju dengan anak-anak Jakarta.”

Aku tidak bisa berkata-kata.

Cukup banyak yang bisa dilakukan dengan komputer dan akses mobile. Jadi aku berikan kesempatan pada para siswa untuk menanyakan apa saja. Mereka sungguh cerdas, dan menanyakan tentang berbagai hal, termasuk soal-soal sains. Haha. Di tengah kegiatan ini, kami sempatkan berfoto-foto lagi.

Menjelang sore, Menteri BUMN (waktu itu masih Bu Rini) datang ke Pulau Messa untuk meresmikan PLTS di ujung utara Pulau Messa. Beliau juga menyempatkan diri hadir ke SMP untuk melihat aplikasi pendidikan yang telah dapat digunakan oleh para siswa. Hadir juga para VIP BUMN, termasuk Dirut Telkom.

Kepala Sekolah, Menteri BUMN, Dirut Telkom, dan Siswa SMP Pulau Messa

Setelah para VIP kembali ke Labuan Bajo, Kepala Sekolah mengundang kami makan siang yang terlambat di rumahnya. Kami tak bisa menolak, walaupun matahari mulai tenggelam. Lauk yang disajikan a.l. berbagai jenis ikan, udang, dan satu lobster besar (“Di sini sangat murah. Di Labuan Bajo bisa 500ribu itu,” — yang artinya di Jakarta dll bisa jutaan rupiah).

First sunset

Perahu kami lepas tambang dari dermaga tepat saat matahari terbenam. Pemandangan yang luar biasa. Lapis mendung di ujung langit memberikan pengalaman matahari terbenam dua kali. Langit bernuansa merah ungu yang elegan.

Second sunset

Namun kemudian langit menjadi gelap, angin menjadi kencang, dan ombak makin liar meninggi. Kapal dan perahu besar yang melintas di kejauhan menambah hempasan ombak liar. Kelelahan, kami tidak sempat becanda lagi. Kopi juga sudah habis. Kami hanya diam, diiringi bunyi mesin perahu, dan kelap-kelip lampu hijau yang jadi penanda hadirnya perahu kami di tepi samudra luas.

Posted in BUMN, Education, Ekosistem, ekosistem pendidikan, Indonesia, mesa, messa, messah, padi, rkb, Sinergi, Telkom, Travel | Comments Off on Pulau Messa

Otto Hutt Design 04

Otto Hutt Design 04 is a notable and highly regarded series of writing instruments by the German manufacturer Otto Hutt. Introduced in 1999, Design 04 has become synonymous with the brand’s commitment to craftsmanship, innovative design, and luxurious aesthetics.

Otto Hutt is a German manufacturer known for producing high-quality writing instruments, including fountain pens. The company was founded in 1920 by Karl Hutt in Pforzheim, Germany. Initially, the company focused on creating jewelry and accessories, including gold and silver pens. During the 1950s, Otto Hutt expanded its production to include more affordable writing instruments while maintaining its dedication to quality. The company incorporated advancements in pen technology and materials, such as the use of new plastics and metals, to cater to a wider market. In the 1990s, Otto Hutt underwent a significant transformation under the leadership of Dr. Christa Hutt, the granddaughter of the founder. Driven by a vision of combining traditional craftsmanship with contemporary aesthetics, she revitalised the brand’s focus on luxury pens. This led to the introduction of the “Design 04” series in 1999, which gained widespread acclaim for its sleek and innovative design.

The Design 04 series is characterised by its sleek and modern design, combining clean lines with sophisticated details. It uses premium materials — the collection includes options crafted from precious metals, such as sterling silver and gold, as well as high-quality lacquers and resins. These materials not only enhance the pen’s aesthetic appeal but also contribute to its durability and longevity. The Design 04 pens are available in a range of finishes, allowing users to select a style that suits their personal preferences. Some of the finishes include precious metals with polished or brushed textures, vibrant lacquers in various colors, and elegant combinations of materials. The finishes are meticulously applied to ensure a flawless and visually captivating appearance.

The Design 04 series offers a selection of finely crafted nibs, designed to deliver an exceptional writing experience. The nibs are available in different materials, such Au750 (18k gold) shown here, and in various widths to cater to individual writing preferences. Each nib is carefully tuned to provide smooth and consistent ink flow, resulting in effortless and enjoyable writing.

Otto Hutt is known for its attention to detail, and the Design 04 series exemplifies this commitment. From the precision-engineered threads to the meticulously finished clips and accents, every aspect of the pen is thoughtfully designed and executed.

Posted in f-nib, Fountain Pen, germany, Green, ok, Otto Hutt | Comments Off on Otto Hutt Design 04

BBI Prep for North Maluku

September 2022 edition of BBI will be carried out in North Maluku — a province surrounding Northern Moluccas islands. Northern Moluccas was once a central source of global trade even since the Roman era. But currently the economy of this area is not so significant comparing to other areas. With this BBI program, we intend to leverage the MSME economy in these islands.

The campaign manager of this program is The Ministry of Villages, Development of Disadvantaged Regions, and Transmigration (Kemendesa PDTT). The leader for this program is Ms Harlina Sulistyorini, the DG of Economy Development & Investment.

Telkom will support this program by providing MSME build up program (in collaboration with BNI and other state-owned enterprises) integrated with digital business transformation for the MSME, and a virtual expo to display and promote curated MSME products.

Posted in BBI, MSME, ok, Telkom | Comments Off on BBI Prep for North Maluku

TEMS Regional Leadership Meeting

TEMS — or the IEEE Technology and Engineering Management Society — is an IEEE society with a mission to advance, enhance, and improve essential management and leadership knowledge and skills of IEEE members.

The IEEE TEMS Regional Leaders Subcommittee carried out its 1st meeting this year today, with a new team. This meeting was led by Mohamed Aboud, the VP for Membership Development. The TEMS President, Ravikiran Annaswamy, addressed the meeting.

The meeting aims to leverage the program to leverage the TEMS activities in wider areas, and to improve collaborations among TEMS members in engineering management and leadership field. Our field of interest encompasses the management sciences and practices required for defining, implementing, and managing engineering and technology. Specific topics of interest include technology policy development, assessment, and transfer; research; product design and development; manufacturing operations; innovation and entrepreneurship; program and project management; strategy; education and training; organisational development and human behavior; transitioning to management; and the socioeconomic impact of engineering and technology management.

Posted in IEEE, ok, TEMS | Comments Off on TEMS Regional Leadership Meeting