Kerajaan Ternate dan Tidore adalah bagian penting dari sejarah Indonesia. Dua kerajaan di dua pulau kecil di barat Pulau Halmahera ini memiliki kekuasaan di nyaris seluruh Indonesia Timur. Ternate menguasai hingga Mindanao, Sulawesi utara dan tenggara, Papua barat, Halmahera utara; sementara Tidore menguasai Halmahera selatan hingga Papua. Bersama Makian dan Moti, wilayah ini dikenal sebagai Moloku Kie Raha (Persatuan Empat Kerajaan) yang kemudian disebut Maluku.
Gunung Tidore tampak dari Pulau Ternate
Maluku, bersama dengan berbagai wilayah nusantara lain, terlibat dalam perdagangan internasional sejak awal milenium pertama. Jalan sutra serta perdagangan lintas Samudera India hingga Yaman, ke negeri Syam, lalu ke Eropa, memiliki ujung timur di kepulauan ini, dengan berbagai rempahnya yang mewarnai budaya dunia. Didudukinya Konstantinopel oleh Kekhalifahan Utsmany mendorong bangsa Eropa mencari jalan ke ujung rantai perdagangan ini, dengan Portugal berlayar jauh ke timur dan Spanyol jauh ke barat, hingga mencapai wilayah Maluku. Sempat Ternate bersekutu dengan Portugal, sementara Tidore bersahabat dengan Spanyol — namun akhirnya semuanya jatuh ke penguasaan keji VOC. Di abad ke-21 ini, kita mendapati bahwa wilayah ini, yang kini dipersatukan dalam Provinsi Maluku Utara, memiliki tingkat ekonomi yang cukup rendah dibandingkan banyak wilayah lain di Indonesia.
The Sultanate of Ternate in the era of Sultan Baabullah.
Aku mendarat dengan GA648 di Sultan Baabullah Airport, Ternate, hari ini pukul 7:45 WIT. Sebetulnya sempat mengharapkan ada waktu untuk diskusi ringkas tentang rencana perluasan program pembinaan UMKM Maluku Utara dengan rekan-rekan Telkom di Ternate dan Halmahera. Telkom telah memiliki UMKM binaan yang produknya dapat diunggulkan, dan aku sudah dapat list-nya dari Bang Lonely Baringin, GM Witel Sulut & Malut — namun seluruh manajemen Telkom di Indonesia bagian Timur sedang menghadiri rakor di Kepulauan Maluku Tengah :).
Sultan Baabulah Airport dengan Latar Gunung Gamalama di Ternate
Sebagai bagian dari misi memperkuat kembali ekonomi wilayah Maluku Utara, khususnya ekonomi UMKM, kami berkunjung ke Ternate dan Sofifi (Ibukota Provinsi Maluku Utara, di Pulau Halmahera). Kementerian Desa PDTT memperoleh tugas sebagai campaign manager Gernas BBI di Maluku Utara, didukung berbagai top brands pendukung BBI, termasuk Telkom. Kegiatan diawali dengan kickoff hari ini, dengan acara puncak bulan September.
Kickoff dilaksanakan di Kantor Gubernur Maluku Utara yang terletak di lereng bukit di Sofifi, Pulau Halmahera. Seluruh rombongan dari Jakarta dan Ternate bertolak dari Pelabuhan Ternate ke Sofifi dengan speed boat dengan waktu ±40 menit.
Kickoff hanya berisi statement tentang visi dan lingkup program, diikuti komitmen para stakeholder program atas aktivitas yang akan dilaksanakan. Sederhana dan efektif. Diskusi selanjutnya dilaksanakan dalam waktu yang tersisa secara informal; baik dengan Kementerian Desa & PDTT sebagai campaign manager, maupun dengan stakeholder lain.
Robusta Lampung memiliki reputasi mendunia, jadi aku sudah bayangkan kopi ini jadi ikon kebanggaan Lampung. Tapi Shane Sihombing, GM Witel Lampung, mengajak kami melihat kopi unggulan lampung ini secara spesifik di Warkop Waw.
Warkop Waw bukan hanya sekedar warkop. Ismail Komar — seorang jurnalis — dan istrinya — seorang dokter — mengelola usaha produksi kopi, sejak pembinaan petani (yang dimulai dari pemilihan lahan perkebunan), pemilihan biji, pengolahan, roasting, dan seterusnya, hingga distribusi nasional. Komar kurang menyukai bisnis ekspor kopi, karena menurutnya justru kopi terbaik haruslah dikonsumsi di Indonesia dan jadi value bagi masyarakat Indonesia.
Sejarah dan posisi bisnis Komar didorong sejarah hidupnya. Sebagai jurnalis kelas berat, ia terbiasa hidup tak menghiraukan waktu, hingga terkena diabetes dan serangan-serangan sekunder yang tak kalah parah, hingga menjadi mirip mayat hidup bertahun-tahun. Salah dua yang akhirnya menyembuhkannya adalah ketelatenan sang istri yang merawat, serta terapi kopi. Setelah sehat, ia menekuni produksi kopi untuk menyehatkan masyarakat Indonesia.
Komar memilih kopi robusta (tetapi menyediakan kopi arabika juga). Namun robusta ini ditanam pada ketinggian 700 – 1200 mdpl. Biasanya ketinggian di atas 1000 mdpl sudah jadi bagian kopi arabika. Serangan hama karat yang lebih kecil — menurut Komar — mengurangi keharusan tanaman memproduksi zat yang bertujuan melawan penyakit tanaman, sehingga menghasilkan nutrisi yang lebih menyehatkan — termasuk kadar kafeinnya.
Komar dan Bu Dokter menemani kami hampir 2 jam penuh, setelah meninjau kesiapan jaringan dan fasilitas di Pulau Tegal Mas, Lampung. Ia memilih menghidangkan kopi dalam bentuk kopi tubruk. Sari kopi dengan kualitas terbaik — ujar Komar lagi — diperoleh cukup dengan menyerap sari dengan air yang cukup panas. Dengan effort ringan. Bukan dengan tekanan tinggi. Ini mengingatkanku pada produksi minyak zaitun, yang minyak kualitas tertingginya (extra virgin olive oil) justru didapat dengan perasan dengan tekanan yang tidak tinggi. Kualitas yang lebih rendah kemudian diperoleh dengan tekanan lebih tinggi. Sambil tertawa, Komar membenarkan perbandinganku.
Kopi seduhan karyawan Komar ini nyaman sekali. Balance. Tanpa sesuatu rasa apa pun yang mengganggu. Seolah memang diciptakan untuk badan kecilku yang sedang lelah dan kurang prima. Satu kegembiraan setelah cukup banyak hal-hal menarik di Lampung hari itu.
Mesa, Messa, atau Messah — pulau renik antara Pulau Flores dan Pulau Komodo yang dihuni suku Bajo. Pulau ini dihuni ±400 keluarga atau ±2000 penduduk. Suku Bajo memang secara tradisional dikenal sebagai manusia laut, jadi skala hidup mereka menyeberangi batas pulau; dan mereka juga kurang menyukai hidup di pulau besar bersama manusia daratan. Kota Labuan Bajo di Pulau Flores — sebelum jadi tujuan wisata utama seperti kini — sebelumnya adalah pelabuhan tempat masyarakat Flores dan masyakarat nusantara lain bertemu dan berdagang dengan suku Bajo (hence the name).
Pulau Messa, tampak di Google Maps. PLTS tampak di bagian utara pulau.
Pemerintah Indonesia sedang memberi perhatian lebih ke daerah terpencil semacam ini. Maka PLN diminta membangun pembangkit listrik tenaga surya di Messa. Adanya listrik membuka peluang lain. Telkomsel juga membangun eNodeB untuk 4G mobile, dan Telkom siapkan dukungan digital untuk pendidikan. Terdapat satu SMP di pulau itu, dan kami akan menempatkan 20 komputer dengan akses Internet di sana.
Aku belum menyelesaikan sarapan waktu Pak Hery dari CDC Telkom meminta kami berangkat. Sebuah perahu kayu berwarna pirus (hijau turki) tengah dimuati 20 box komputer. Bergegas kami melintasi jarak 10km dari Dermaga Ujung ke Pulau Messa.
Di kapal tidak ada makanan, haha. Tapi kopi manis dan cuaca cerah bikin pikiran cerah dan badan segar. Kemarau panjang membuat pulau di sekitarnya tampak gersang, namun justru menampilkan warna tanah dan batuan nan eksotik. Dan ada awan putih memanjang yang unik.
Hampir pukul 09:00, kami tiba di dermaga Pulau Messa. Tampak belasan anak kecil tertawa riang dan saling mengganggu. Satu per satu kotak komputer kami pindahkan ke dermaga. Dan anak-anak itu langsung lari membawa kotak itu. Kami ikut tertawa. Aku tertinggal di dermaga hanya dengan papan keterangan program yang kami siapkan, dan dua putri cilik. Papan itu pun mereka minta. Aku serahkan sambil bilang: “Tapi saya jangan ditinggal. Saya belum tahu sekolahnya.”
Jadilah aku dikawal dua putri cilik ini menyusuri rumah-rumah kayu bertumpuk-tumpuk yang rapi di jalan kecil yang sangat bersih dan rapi di Pulau Messa ini. Penduduk memberi salam sewajarnya. Sampai di SMP, aku lihat kotak-kotak komputer sudah mulai dibongkar, dan dipasang di meja-meja yang sudah tersedia. Aku istirahat sejenak dengan … kopi lagi. Segar.
Usai komputer, akses Internet, dan aplikasinya terpasang, murid-murid SMP Pulau Messa hadir ke sekolah. Ini hari Minggu, namun mereka hadir dengan seragam lengkap dan antusiasme yang tampak jelas dari mata cerah mereka. Kami mulai bergantian mengajari mereka cara mengoperasikan komputer, menggunakan keyboard dan mouse, memahami menu Windows, serta masuk ke aplikasi Pustaka Digital. Aplikasi Pustaka Digital (PADI) ini bersifat semi-online — hanya perlu online untuk mengunduh dan memperbaharui konten, namun kemudian tidak harus selalu online untuk digunakan oleh user — sehingga hemat pemanfaatan kuota digital.
Di sini keajaiban mulai terjadi. Anak-anak ini, beberapa menit sebelumnya sangat canggung memegang mouse. Lompat ke mana-mana, sampai diangkat ke mana-mana. Tapi setelah masuk aplikasi, mereka mulai asyik melihat materi pelajaran. Satu anak kecil berkerudung mencobai tes bahasa Inggris, yang merupakan gabungan dari kosakata dan tata bahasa. Di pertanyaan pertama, ia ragu akan jawaban yang ia pilih, dan minta aku memeriksa. Aku meminta dia memeriksa sendiri: kenapa dia pilih satu kata dan bukan kata lain. Dia ragu memilih satu jawaban. Dan riang sekali waktu jawabannya benar. Terulang di pertanyaan kedua. Riang lagi waktu dia benar. Dia jadi percaya diri, dan melanjutkan tanya bertanya. Dan, percayalah, semua jawaban dia benar. Score 100% pada percobaan pertama. Pulau unik dengan anak-anak jenius.
Di belakang, kepala sekolah (yang sebelumnya turut menginstalasi dan turut mengajar) berdiri diam melihat anak-anaknya asyik mencobai aplikasi ini. Ia ceritakan bahwa bertahun-tahun dia mengajukan proposal permintaan komputer ke Dinas Pendidikan. Setelah beberapa tahun, ia hanya mendapatkan satu komputer untuk administasi saja. Wajahnya menjadi keras, senada batik biru lengan panjangnya. Lirih ia lanjutkan: “Bapak lihat, dengan komputer-komputer ini, anak-anak ini tidak akan kalah maju dengan anak-anak Jakarta.”
Aku tidak bisa berkata-kata.
Cukup banyak yang bisa dilakukan dengan komputer dan akses mobile. Jadi aku berikan kesempatan pada para siswa untuk menanyakan apa saja. Mereka sungguh cerdas, dan menanyakan tentang berbagai hal, termasuk soal-soal sains. Haha. Di tengah kegiatan ini, kami sempatkan berfoto-foto lagi.
Menjelang sore, Menteri BUMN (waktu itu masih Bu Rini) datang ke Pulau Messa untuk meresmikan PLTS di ujung utara Pulau Messa. Beliau juga menyempatkan diri hadir ke SMP untuk melihat aplikasi pendidikan yang telah dapat digunakan oleh para siswa. Hadir juga para VIP BUMN, termasuk Dirut Telkom.
Kepala Sekolah, Menteri BUMN, Dirut Telkom, dan Siswa SMP Pulau Messa
Setelah para VIP kembali ke Labuan Bajo, Kepala Sekolah mengundang kami makan siang yang terlambat di rumahnya. Kami tak bisa menolak, walaupun matahari mulai tenggelam. Lauk yang disajikan a.l. berbagai jenis ikan, udang, dan satu lobster besar (“Di sini sangat murah. Di Labuan Bajo bisa 500ribu itu,” — yang artinya di Jakarta dll bisa jutaan rupiah).
First sunset
Perahu kami lepas tambang dari dermaga tepat saat matahari terbenam. Pemandangan yang luar biasa. Lapis mendung di ujung langit memberikan pengalaman matahari terbenam dua kali. Langit bernuansa merah ungu yang elegan.
Second sunset
Namun kemudian langit menjadi gelap, angin menjadi kencang, dan ombak makin liar meninggi. Kapal dan perahu besar yang melintas di kejauhan menambah hempasan ombak liar. Kelelahan, kami tidak sempat becanda lagi. Kopi juga sudah habis. Kami hanya diam, diiringi bunyi mesin perahu, dan kelap-kelip lampu hijau yang jadi penanda hadirnya perahu kami di tepi samudra luas.
Otto Hutt Design 04 is a notable and highly regarded series of writing instruments by the German manufacturer Otto Hutt. Introduced in 1999, Design 04 has become synonymous with the brand’s commitment to craftsmanship, innovative design, and luxurious aesthetics.
Otto Hutt is a German manufacturer known for producing high-quality writing instruments, including fountain pens. The company was founded in 1920 by Karl Hutt in Pforzheim, Germany. Initially, the company focused on creating jewelry and accessories, including gold and silver pens. During the 1950s, Otto Hutt expanded its production to include more affordable writing instruments while maintaining its dedication to quality. The company incorporated advancements in pen technology and materials, such as the use of new plastics and metals, to cater to a wider market. In the 1990s, Otto Hutt underwent a significant transformation under the leadership of Dr. Christa Hutt, the granddaughter of the founder. Driven by a vision of combining traditional craftsmanship with contemporary aesthetics, she revitalised the brand’s focus on luxury pens. This led to the introduction of the “Design 04” series in 1999, which gained widespread acclaim for its sleek and innovative design.
The Design 04 series is characterised by its sleek and modern design, combining clean lines with sophisticated details. It uses premium materials — the collection includes options crafted from precious metals, such as sterling silver and gold, as well as high-quality lacquers and resins. These materials not only enhance the pen’s aesthetic appeal but also contribute to its durability and longevity. The Design 04 pens are available in a range of finishes, allowing users to select a style that suits their personal preferences. Some of the finishes include precious metals with polished or brushed textures, vibrant lacquers in various colors, and elegant combinations of materials. The finishes are meticulously applied to ensure a flawless and visually captivating appearance.
The Design 04 series offers a selection of finely crafted nibs, designed to deliver an exceptional writing experience. The nibs are available in different materials, such Au750 (18k gold) shown here, and in various widths to cater to individual writing preferences. Each nib is carefully tuned to provide smooth and consistent ink flow, resulting in effortless and enjoyable writing.
Otto Hutt is known for its attention to detail, and the Design 04 series exemplifies this commitment. From the precision-engineered threads to the meticulously finished clips and accents, every aspect of the pen is thoughtfully designed and executed.
September 2022 edition of BBI will be carried out in North Maluku — a province surrounding Northern Moluccas islands. Northern Moluccas was once a central source of global trade even since the Roman era. But currently the economy of this area is not so significant comparing to other areas. With this BBI program, we intend to leverage the MSME economy in these islands.
The campaign manager of this program is The Ministry of Villages, Development of Disadvantaged Regions, and Transmigration (Kemendesa PDTT). The leader for this program is Ms Harlina Sulistyorini, the DG of Economy Development & Investment.
Telkom will support this program by providing MSME build up program (in collaboration with BNI and other state-owned enterprises) integrated with digital business transformation for the MSME, and a virtual expo to display and promote curated MSME products.
Posted inBBI, MSME, ok, Telkom|Comments Off on BBI Prep for North Maluku
TEMS — or the IEEE Technology and Engineering Management Society — is an IEEE society with a mission to advance, enhance, and improve essential management and leadership knowledge and skills of IEEE members.
The IEEE TEMS Regional Leaders Subcommittee carried out its 1st meeting this year today, with a new team. This meeting was led by Mohamed Aboud, the VP for Membership Development. The TEMS President, Ravikiran Annaswamy, addressed the meeting.
The meeting aims to leverage the program to leverage the TEMS activities in wider areas, and to improve collaborations among TEMS members in engineering management and leadership field. Our field of interest encompasses the management sciences and practices required for defining, implementing, and managing engineering and technology. Specific topics of interest include technology policy development, assessment, and transfer; research; product design and development; manufacturing operations; innovation and entrepreneurship; program and project management; strategy; education and training; organisational development and human behavior; transitioning to management; and the socioeconomic impact of engineering and technology management.
Posted inIEEE, ok, TEMS|Comments Off on TEMS Regional Leadership Meeting
Javara didirikan pada tahun 2008, dengan perusahaan bernama PT Kampung Kearifan Indonesia. Di Indonesia, brand Javara telah memiliki reputasi sebagai penyedia produk pertanian yang terkurasi dengan kualitas yang maksimal. Produk yang dikemas dan dipasarkan Javara meliputi produk beras, rempah dan berbagai bumbu, madu, dan kini juga kopi-kopi nasional.
Untuk produk kopi, Javara mengambil pendekatan melalui model konservasi yang mempertimbangkan sustainabilitas dan kelestarian lingkungan. Kebun-kebun kopi milik yang dikelola melalui kemitraan memiliki rupa yang menjadikanya bagian dari hutan hujan, bukan perkebunan yang mengambil alih fungsi hutan.
Kopi Javara ini diperoleh wilayah yang tersebar dari Aceh (Gayo), Batak, Jawa (Ciwidey, Pangalengan, Bandung, Garut), Bali, Flores, Sulawesi Selatan, hingga ke banyak wilayah lainnya.
Seluruh produk Javara dikemas secara profesional dan dipasarkan ke pasar kelas atas di perkotaan serta ke pasar 20 negara. Produknya konon berjumlah hingga 600-an dan melibatkan ribuan petani dan pengrajin industri pangan.
Posted inCoffee, Indonesia|Comments Off on Konservasi Kopi Javara
Paper Tommerdahl dkk (2022) yang saat ini tengah dalam proses penerbitan di Kidney International Report (DOI 10.1016/j.ekir.2022.04.096) mengkaji kemungkinaan atau potensi manfaat dari konsumsi kopi dalam perlindingan terhadap penyakit ginjal. Konsumsi kopi secara teratur dinilai berkaitan dengan rendahnya kerusakan atau penyakit pada ginjal, seperti yang diteliti pada empat belas ribu sampel orang dewasa di Amerika Serikat oleh studi ARIC (Atherosclerosis in Communities).
Kopi mengandung beberapa senyawa yang memiliki kemungkinan mempengaruhi ginjal. Salah satunya tentu saja kafein, yang dapat berfungsi sebagai antagonis dalam reseptor adenosin; serta senyawa biokatif polifenol yang dapat berlaku sebagai antioksidan nabati. Kafein mempengaruhi hemodinamina ginjal dan natriuresis melalui beberapa faktor, termasuk dengan memberikan hambatan atas penyerapan kembali natrium yang dapat melepaskan air dan melarutkan zat-zat ekskresi. Senyawa bioaktif terbukti dapat memperbaiki kondisi yang diakibatkan oleh stress oksidatif dan inflamasi.
Namun keseluruhan data potensi di atas belum diuji untuk menyelidiki pengaruh misalnya pada diabetes jenis 1 (disebut T1D); padahal anak muda dengan T1D memiliki risiko tinggi untuk mengalami kerusakan ginjal.
Maka dilakukan penelitian berjudul Evaluasi Terapi Kopi untuk Perbaikan Oksigenasi Ginjal (kode NCT03878277). Penelitian dilakukan pada 10 anak muda 12-21 tahun dengan T1D, yang diuji dengan pemberian 325ml Starbucks Cold Brew setiap hari, dan diukur fungsi hemodinamika intra-gromelurus dengan RPF, GFR; dan diukur juga oksigenasi ginjal dengan MRI. Dihipotesiskan, konsumsi kopi harian ini dapat meningkatkan oksigenasi ginjal tanpa mengubah hasil di GFR dan RPF. Namun hasil uji dalam waktu singkat ini menunjukkan tidak ada perubahan signifikan pada seluruh parameter yang diukur. Selain waktu yang singkat, sampel juga terlalu kecil, sehingga tidak cukup menangkap hal-hal seperti keparahan penyakit, rentang usia, dan perilaku lain.
Posted inKnowledge|Comments Off on Kopi dan Kesehatan Ginjal
Bukittinggi is a small historical and cultural city in West Sumatra province. It was once appointed as the provisional capital of Indonesia when the criminal armed forces of the Netherlands occupied Yogyakarta (i.e. also the provisional capital of Indonesia). The elegant city is located amidst Bukit Barisan mountain, just between Mt Marapi dan Mt Singgalang — giving it a perfect weather, at least for me.
Bukittinggi hosted BBI this month, organised by OJK. It was a special BBI event, since it was attended by the Vice President of Indonesia, and it hosted the launch of the awaited BBI Virtual Expo, designed and provided by Telkom.
The event was carried out at the courtyard of Jam Gadang — the famous clock tower of Bukittinggi.
Satu kota di Indonesia yang wajib dikunjungi adalah Bukittinggi. Jadi, begitu disebutkan bahwa Gernas BBI bulan ini akan diselenggarakan di Bukittinggi, aku langsung siap2 berangkat. Ini kota mungil, terletak di tengah Pegunungan Bukit Barisan, diapit gunung berapi Marapi dan Singgalang. Mungil tapi bersejarah besar buat negeri ini. Selain sebagai tempat kelahiran Bung Hatta, kota ini juga pernah menjadi ibukota darurat Republik Indonesia, saat Yogyakarta (ibukota darurat sebelumnya) diduduki secara ilegal oleh Kerajaan Belanda.
Perjalanan dari Minangkabau Airport ke Bukittinggi memakan waktu ±2 jam. Tak membosankan, dengan view pegunungan dan lembah yang luar biasa di daerah Padang Pariaman dan Padang Panjang. Di Bukittinggi, kunjungan pertama langsung ke Jam Gadang. Di pelataran menara jam kota inilah akan dilaksanakan kegiatan Gernas BBI.
Telkom menyiapkan virtual expo (VE) dalam bentuk visualisasi booth secara interaktif, berisi UMKM unggulan dari 12 provinsi lokasi BBI tahun ini. Aplikasi VE ini baru saja siap, dan sekaligus akan diresmikan Wakil Presiden RI di Bukittinggi ini. Kami melakukan persiapan secukupnya, tidak berlebihan, untuk kegiatan yang sederhana namun menyimpan berjuta arti ini :).
Usai berbuka puasa di rumah makan khas Minang di Ngarai Sianok, aku menyempatkan Shalat Tarawih berjalan kaki. Kota ini sejuk, mirip kota Malang atau Bandung dua puluh tahun lalu. Tarawih di Bukittinggi jadi bawa banyak kenangan dari masa-masa tinggal di kota-kota sejuk. Usai tarawih, aku jalan kaki kembali ke pelataran Jam Gadang untuk melihat persiapan akhir event.
Event berlangsung 12 April 2022. Wakil Presiden membuka Gernas BBI Sumatra Barat, kemudian menyempatkan diri menyaksikan demo VE Gernas BBI di Booth Telkom. Demo dipandu Direktur Strategic Portfolio Telkom, Mr Budi Setiawan.
Para peserta kemudian mengunjungi dan berbincang dengan para UMKM. Kami berbincang dengan Mr Odo Manuhutu, Deputi Koordinasi Parekraf di Kemkomarves; serta secara terpisah dengan para Asdep beliau, Mr Sartin dan Mme Hermin.
Sayangnya kurang panjang kunjungan ke Bukittinggi ini. Masih banyak tempat yang harus dijelajahi di sekitar kota ini, untuk menggali inspirasi segar dan baru buat memperkuat negeri ini.